DeMalang.ID—Sanggar Dongeng Kepompong Nusantara menghibur sekitar 50-an anak dari Satu Atap Sejuta Mimpi (Satapsemi) di Musala Batur Rohman, Kotalama, Kedungkandang, Kota Malang pada Ahad, 23 Februari 2025. Gelak tawa anak-anak usia sekolah meledak selama Ketua Sanggar Yudi Agus Priyanto yang akrab disapa Kak Yudi hadir bersama boneka Jojo. “Kami hadir untuk menghibur, dan bermain anak-anak. Sekaligus belajar bersama,” kata Yudi.
Selama satu jam, mereka menyimak dongeng bertema berbakti kepada orang tua. Duduk bersimpuh mereka menyimak dongeng dan terhibur apalagi setelah penampilan boneka Jojo. Usai mendengarkan dongeng, mereka mendapat sebotol susu dan roti. Tawa ceria anak-anak bertebaran selama Kak Yudi mendongeng.
Anak-anak usia sekolah di Satapsemi ini merupakan binaan Yayasan Bersama Anak Bangsa Malang. Setiap pekan mereka didampingi mahasiswa yang tergabung dalam Laskar Belajar memberi bimbingan belajar. Sejak 10 tahun lalu, rumah belajar Satapsemi ini mendapat pendampingan. “Mereka butuh hiburan, dan menghapus stigma yang melekat seperti kampung pengemis, pengamen, narkoba dan sebagainya,” kata Ketua Yayasan Bersama Anak Bangsa Malang, Yuning Kartikasari atau yang akrab disapa Mbak Yuyun.

Kawasan yang dikenal dengan sebutan Kampung Muharto ini selalu mendapat stigma negatif seperti sarang preman. Selama 23 tahun, Yuyun bersama Yayasan bergerak membantu sesama mulai pendidikan, disabilitas, kesehatan dan aktivitas sosial lainnya. Yuyun bersama para relawan mendampingi anak-anak agar bisa mengeyam pendidikan dan memperbaiki masa depannya.
“Memberikan dukungan sekolah untuk mewujudkan cita-cita,” katanya. Kini, semua anak-anak telah bersekolah. Tantangan terbesar dari sebagian orang tua yang meminta anaknya membantu berjualan. Salah satunya anak usia 15 tahun terpaksa putus sekolah dasar dan menjadi kuli panggung di Pasar Induk Gadang. Ia membantu perekonomian keluarga dan kehidupan adik-adiknya.
“Sedang diusahakan ikut Kelompok Belajar paket A,” kata Yuyun. Sebagian anak-anak bekerja berjualan bakpao di beberapa jalan utama di kota Malang. Aktivitas mereka menarik perhatian publik dan sempat viral di media massa. Bahkan, ada yang menjadi pengamen jalanan untuk membantu keluarganya.
“Anak-anak usia belajar dan bermain jangan eksploitasi mereka,” katanya. Padahal, saat sekolah sebagian tergolong pintar dan berprestasi. Seperti Firman, siswa Kelas 9 SMP Negeri 9 Malang yang tetap bisa bersekolah dan berjualan tahu bakso. Ia berdagang usai sekolah bahkan, sampai harus berjualan sampai pukul 12.00 WIB.
“Mereka di jalanan terpaksa karena kebutuhan ekonomi keluarga,” katanya. Yuyun mengajak para orang tua mengubah pola pikir dengan memberi kesempatan anak-anaknya bersekolah. Apalagi, saat ini pemerintah telah membebaskan biaya pendidikan untuk program wajib belajar sembilan tahun.

“Kasihan, anak-anak belum saatnya bekerja. Apalagi risiko di jalanan sangat besar,” katanya. Dengan pendidikan, kata Yuyun, diharapkan anak-anak bisa mewujudkan mimpi dan cita-citanya. Bahkan dengan pendidikan bisa mendapat pekerjaan yang layak dan memperbaiki ekonomi keluarga. Yayasan Bersama Anak Bangsa Malang juga mendirikan rumah belajar di kampung pemulung Sukun, rumah susun Buring, permukiman di tepi rel kereta, dan Omah Harsa di Tanjungrejo. EKO WIDIANTO