Telaga Polaman, Jejak Langkah Hayam Wuruk di Malang Raya

DeMalang.ID – Status Lawang sebagai salah satu pusat peradaban masa lalu menjadikan wilayah di Malang bagian utara tersebut memiliki banyak peninggalan sejarah. Salah satunya adalah Telaga Polaman.

Telaga Polaman terletak tak jauh dari jalan raya Malang-Surabaya. Sumber dan kolam air yang berada di Desa Kalirejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang ini disebut sebagai salah satu persinggahan Raja Majapahit, Hayam Wuruk, ketika melakukan tetirah ke Singhasari.

Dalam Nagarakretagama, Prapanca mencatat bahwa ketika hendak kembali ke ibu kota kerajaan dari Singhasari, rombongan Hayam Wuruk melewati Banu Hanget, Banir, dan Taljungan. Rombongan ini kemudian bermalam di Wdwawdwan (Bukit Wedon).

Sejarawan Hadi Sidomulyo menyebut bahwa Banu Hanget adalah Telaga Polaman. “…ada kemungkinan bahwa Banu Hanget yang menunjukkan sebuah sumber air panas, dapat diindentifikasikan dengan pemandian kuna di Dusun Polaman yang merupakan tetangga Malang, masih masuk Desa Bedali,” tulis sejarawan yang bernama asli Nigel Bullough ini dalam bukunya ‘Napak Tilas Perjalanan Mpu Prapanca’.

Menurut Sidomulyo, saat ini, sumber di Polaman hanya mengeluarkan air dingin. Namun, pria asal Inggris ini menambahkan, hal tersebut belum tentu sama dengan kondisi pada masa silam.

“Di samping itu, di Polaman, masih ditemukan peninggalan purbakala berupa batu-batu candi, baik di sekitar pemandian maupun di sebuah gua, yang terletak sekitar 350 meter di sebelah barat laut,” tulis Sidomulyo.

Seperti diungkapkan Sidomulyo, di kompleks Telaga Polaman memang ditemukan sejumlah arca. Selain itu, ada juga lumpang batu, dari era silam.

“Arca-arca di sini ada beberapa macam. Ada yang memang kuno, ada juga yang baru. Yang pasti, sejak saya kecil, arca kuno sudah banyak di sini,” kata Suwartini, salah seorang warga setempat, kepada DeMalang.id.

Identifikasi sebagai Banu Hanget bukan satu-satunya tafsir sejarah Polaman. Banyak juga yang menyebut bahwa Polaman, dan Gua Mlaten yang terletak tak jauh dari telaga tersebut, sebagai tempat penahanan Jayakatwang, raja Gelang-Gelang yang mengkudeta Kertanegara.

Tengara ini tak lepas dari kabar di Pararaton, bahwa Jayakatwang menulis kidung berjudul Wukir Polaman, sebelum berpulang.

Namun, di sisi lain, Jayakatwang disebut ditahan dan meninggal di Hujung Galuh, yang saat ini terletak di wilayah Surabaya.

Identitas kesejarahan Telaga Polaman sendiri masih dalam tanda tanya. Namun, yang pasti, sampai saat ini, telaga tersebut memberi banyak manfaat terhadap penduduk sekitarnya.

“Masyarakat di sekitar sini menggunakan air di sini untuk kebutuhan sehari-hari. Anak-anak juga sering berenang dan main air di sini,” kata Suwartini.

“Selain itu, katanya orang-orang tua, dulu air di sini juga untuk mengairi sawah-sawah sekitar,” sambung perempuan 61 tahun tersebut.

Keberadaan sawah pada masa lampau meninggalkan jejak, yang terdapat di Telaga Polaman. Keberadaan sejumlah lumpang kuno disebut sejarawan M. Dwi Cahyono, sebagai salah satu pertanda bahwa masyarakat setempat mengonsumsi padi-padian.

-DENDY GANDAKUSUMAH-

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *