DeMalang.ID – Siang itu, suasana sebuah hotel di Kepanjen, Kabupaten Malang, tampak lengang. Pemandangan berbeda baru tampak di dalam salah satu ruangan. Puluhan orang terlihat sibuk dengan aktivitas masing-masing.
Amalia Safa merupakan satu di antara puluhan orang tersebut. Dia fokus memasukkan sejumput tembakau ke alat linting manual berbahan kayu. Lalu, kertas diselipkan dan diolesi perekat. Sejurus kemudian selinting kretek dihasilkannya, dikumpulkan bersama ratusan batang lainnya.
Amalia bersama 49 orang lainnya sedang mengikuti pelatihan linting rokok kretek tangan yang digelar Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Malang pada 19-23 Mei 2025. Hari itu mereka ditarget membuat dua ratus linting.
“Besok hari terakhir ditarget bikin lima ratus linting,” katanya.
Dia ingin menambah keterampilan, sekaligus mendapat pekerjaan. Pelatihan itu memberinya peluang kerja di perusahaan rokok. Amalia pernah bekerja di sebuah perusahaan di Surabaya selama dua tahun. Tapi dia pilih berhenti karena ingin pulang kampung agar lebih dekat keluarganya di Talangagung, Kepanjen, Malang.
Di daerah kelahirannya, Amalia beberapa kali mengirim lamaran pekerjaan namun tak ada satu pun berbalas panggilan kerja. Karena itu, perempuan berusia 23 tahun ini pun tak ingin menyia-nyiakan peluang mendapat pekerjaan di kampung halamannya.
“Selesai pelatihan ini akan disalurkan ke pabrik rokok. Tidak apa di bagian produksi, saya ingin kerja lagi,” katanya.
Punya pekerjaan juga jadi harapan Abel Pinki Renata Sari, peserta pelatihan lainnya. Perempuan asal Desa Curungrejo, Kepanjen, Malang, ini ingin bekerja sembari tetap bisa kuliah di Universitas Terbuka di Kota Malang.
“Biar bisa membiayai kuliah sendiri. Perkuliahan kan sistem daring, jadi bisa bagi waktu,” ucapnya.
Mahasiswi semester 5 jurusan manajemen ini sama sekali belum pernah bekerja. Dia berharap pekerjaan di pabrik rokok ini nantinya dapat menambah pengalamannya. Punya penghasilan sendiri sekaligus membantu perekonomian keluarga.

Tumbuh Kembang IHT di Malang
Industri hasil tembakau (IHT) di Kabupaten Malang terus berdenyut. Harum aroma tembakau menjadi sumber penghidupan bagi sebagian masyarakat Malang. Sektor ini turut menggerakkan perekonomian daerah, seperti dari sisi serapan tenaga kerja.
Data Disperindag, jumlah pabrik rokok di Malang tiap tahun terus bertambah. Pada 2024 ada 100 perusahaan, naik menjadi 112 perusahaan pada 2025 menyerap sekitar 35.871 pekerja. Jumlah pekerja itu belum termasuk di sektor pendukung seperti distribusi dan retail.
Kepala Disperindag Kabupaten Malang, M Nur Fuad Fauzi, mengatakan industri ini masih dapat menyerap banyak tenaga kerja sebab jumlah perusahaan terus bertambah. Sekarang ada 20an perusahaan mengurus kelengkapan dokumen perizinan. Kurang lebih ada kebutuhan 7 ribu tenaga kerja baru.
“Sedangkan tenaga terampil yang kami siapkan lewat pelatihan tahun ini baru lima ratusan orang,” ujarnya.
Menurutnya, itu menunjukkan IHT berdampak positif terhadap perekonomian Kabupaten Malang. Tingginya peluang lapangan kerja di industri ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat.
Dari tahun ke tahun sektor padat karya ini tumbuh signifikan baik onfarm dan offarm. Dinas Pertanian dan Perkebunan setempat mencatat luas lahan pertanian tembakau pada 2024 mencapai 862 hektare (ha), naik dari tahun sebelumnya mencapai 684 ha.
Tingkat produksi pertanian tembakau Kabupaten Malang mencapai 1.146 ton per tahun melibatkan 1.256 petani binaan serta lebih dari 3.500 buruh tani tembakau dan cengkih. Budidaya tembakau dikembangkan berbasis kawasan, khususnya di wilayah selatan.
IHT punya andil menopang perekonomian Kabupaten Malang yang tumbuh sebesar 4,96 persen pada 2024. Pada periode tersebut, nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Malang atas dasar harga berlaku mencapai Rp 138.423,17 miliar dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 79.500,89 miliar
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Malang, struktur PDRB Kabupaten Malang Tahun 2024 didominasi oleh Lapangan Usaha Industri Pengolahan sebesar 32,71 persen. Subsektor IHT mendominasi yakni 24,40 persen dari seluruh industri pengolahan yang ada di Malang.
IHT turut berkontribusi dalam penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang masuk ke kas daerah Malang. Pada 2025, Dana Bagi Hasil Cukai dan Tembakau (DBHCT) yang diterima kabupaten ini mencapai Rp 150,8 miliar naik tajam dibanding 2024 sebesar Rp 100,39 miliar.
Dana cukai itu dialokasikan untuk pelayanan kesehatan, upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penegakan hukum. Misalnya, bantuan terhadap buruh rokok dan petani tembakau, bantuan untuk UKM sampai pelatihan keterampilan ke masyarakat.
“Fokus penggunaan dana cukai di kami untuk menyiapkan tenaga kerja terampil agar terserap industri ini. Otomatis itu akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ucap Fauzi.

Tantangan IHT
Meski punya kontribusi penting, bukan berarti industri tak menghadapi tantangan. Salah satu kendala itu berupa kebijakan menaikkan tarif cukai dan harga jual eceran (HJE) hampir setiap tahunnya. Pada 2025 ini, pemerintah menaikkan HJE meski tarif cukai hasil tembakau (CHT) belum mengalami kenaikan.
Kebijakan itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 97 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas PMK Nomor 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris.
Ketua Gabungan Perusahaan Rokok Malang (Gaperoma), Johny, percaya IHT berdampak positif terhadap perekonomian hingga tingkat daerah. Karena itu butuh kebijakan pemerintah agar sektor ini tetap maju, tumbuh dan terus berkembang.
“Tentu pemerintah sangat tahu kontribusi IHT terhadap perekonomian. Karena itu kami berharap tidak ada kenaikan HJE dan CHT,” ujar Johny.
Dia juga berharap pemerintah lebih tegas dan serius dalam memberantas peredaran rokok ilegal. Selain tidak memberikan pemasukan pajak terhadap negara, rokok tanpa pita cukai juga dapat memukul industri ini yang terbukti sudah berkontribusi terhadap perekonomian negara.
Peredaran rokok ilegal di Kabupaten Malang menjadi salah satu masalah serius. Bila persoalan ini bisa ditekan secara signifikan, maka kontribusi IHT terhadap perekonomian Kabupaten Malang bakal lebih tinggi lagi. Masyarakat pun dapat menikmati pembangunan dari hasil penerimaan cukai.
Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Malang, Zulham Akhmad Mubarok tak memungkiri wilayah Malang jadi lahan subur para pemain produksi rokok ilegal di Indonesia. Penyelesaian problem ini harus melibatkan banyak pihak, agar penerimaan cukai di Malang bisa lebih tinggi.
“Bila perlu ada fatwa haram bisnis rokok ilegal dari ulama. Kalau masalah ini bisa ditekan, perekonomian Malang akan lebih tinggi lagi,” kata Zulham usai talkshow sosialisasi cukai di Kantor Pemkab Malang.
Tembakau bagi sebagian masyarakat Malang dan Jawa Timur umumnya sangat berarti penting. Provinsi ini tercatat memiliki IHT terbanyak di Indonesia, menjadi tulang punggung perekonomian. Berkonribusi besar baik dalam penerimaan negara, penyerapan tenaga kerja, peluang usaha, hingga peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjukkan komitmennya mendukung sektor padat karya ini. Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, tegas menolak rencana kenaikan CHT tahun 2026. Pernyataan itu disampaikan saat peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025.
Khofifah mendukung revisi pasal-pasal krusial terkait tembakau serta makanan dan minuman dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024. Bila tidak, pemberlakuan beleid itu dapat mengancam keberlangsungan sektor padat karya ini dan dampaknya langsung dirasakan para pekerja.
“Jatim menjadi tulang punggung penerimaan CHT nasional. Kebijakan yang memengaruhi industri ini harus dipertimbangkan dengan cermat,” kata dia di Surabaya.
Pemprov Jawa Timur menilai kebijakan yang memengaruhi industri ini harus benar-benar melalui diskusi matang agar dapat melahirkan solusi inovatif. Tujuannya, agar industri ini tetap tumbuh tanpa mengorbankan aspek kesehatan dan kesejahteraan petani. ZAINUL ARIFIN