DeMalang.ID-Kelompok musik etnik asal Malang, Arca Tatasawara ingin generasi muda kembali menoleh ke cagar budaya seperti candi. Menggali peninggalan bersejarah itu sebagai sumber pengetahuan maupun inspirasi berkarya.
Arca Tatasawara akan menggelar pementasan bertajuk Harmoni Candi Nada Zaman di Candi Kidal pada 10 Agustus 2025. Kolaborasi musik dan seni tradisional. Penggunaan Candi Kidal sebagai lokasi pertunjukkan atas izin Balai Pestarian Kebudayaan Wilayah XI Kementerian Kebudayaan.
Muhammad Sholeh, salah satu personel Arca Tatasawara mengatakan pementasan di Candi Kidal merupakan sebuah upaya menarik anak muda agar mau datang lagi ke situs bersejarah.
“Sebab sekarang generasi muda seperti enggan melirik peninggalan bersejarah,” katanya, kemarin.
Penampilan Arca Tatasawara bakal diiringi Sanggar Ginari art Indonesia berupa gerak tari tradisional. Tarian akan menyesuaikan tiap lirik lagu yang dinyanyikan. Menjanjikan pementasan yang menarik dan dapat dinikmati siapapun.
Panggung pertunjukan berada tepat di depan pelataran Candi Kidal. Pendirian panggung tetap mempertimbangkan jarak dengan candi utama sehingga tak mengabaikan norma. Garis pembatas untuk penonton juga disiapkan.

Arca Tatasawara terbentuk pada 2023 silam. Formasi grup musik terdiri dari Nova Andiano (vokal), Aditya Hendra (drum), Tutut Pristiati (biola), Agus Wayan (sapek dan lukisan), Mohammad Sholeh (bass), Faisal Satria Defrianto (kendang, seruling, terompet), dan Koko Hardianto (gitar utama).
Sudah 8 lagu tercipta, seluruh liriknya berakar dari cerita di relief candi. Sebab banyak kisah masa lampau yang penuh ajaran kehidupan dan layak disampaika ke masyarakat melalui musik. Nama kelompok musik ini mengambil inspirasi dari relief di Candi Jago.
Secara bahasa, arca merupakan media pemujaan kepada sang maha kuasa setelah melalui proses penyucian. Tata sawara berarti bunyi-bunyian yang terstruktur dihasilkan dari perpaduan alat musik maupun olah vokal.
Kelompok musik ini mengangkat cerita peradaban lampau yang dituangkan dalam relief candi. Lagu berjudul Garudeya, bersumber dari relief Candi Kidal. Kemudian ada Singgah, lagu yang liriknya menggali cerita dari relief Candi Muaro Jambi. Lagu berjudul Pertanian diangkat dari sebuah relief Candi Borobudur.
Agus Wayan, seorang personel Arca Tata Sawara menuturkan, dalam menggali ide lirik lagu mereka selalu melibatkan sejarawan untuk berdiskusi. Lalu digunakan bahasa yang lebih sederhana dan tetap sesuai konteks cerita relief.
“Menyederhanakan bahasa agar lebih mudah dimengerti jadi salah satu tantangan kami,” ujarnya.
Meski menyajikan musik berwarna etnik, penampilan mereka tetap memikat. Memadukan alat musik tradisional dengan kontemporer. Arca Tatasawara sudah beberapa kali pentas memenuhi undangan festival. (Zainul Arifin)