AJI Malang Kutuk Kekerasan Aparat kepada Jurnalis Mahasiswa Saat Demo Tolak Revisi UU TNI

DeMalang.ID – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang merespons tindak kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap jurnalis mahasiswa saat meliput demonstrasi menolak revisi UU TNI di depan gedung DPRD Kota Malang, beberapa waktu lalu.

Dalam aksi tersebut, ada beberapa jurnalis mahasiswa yang jadi korban kebuasan aparat pengamanan. Jurnalis mahasiswa berinisial DN diseret, dipukul, dan diinjak-injak oleh aparat berbaju preman. Padahal, ia telah menunjukkan identitasnya sebagai jurnalis.

DN bukan satu-satunya jurnalis mahasiswa yang mendapat kekerasan pada saat itu. Dalam laporan mereka, Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kota Malang, menyabut bahwa kekerasan juga terjadi kepada KI, salah seorang jurnalis mahasiswa dari LPM Kavling10 UB. KI dipukul oleh aparat di depan depan Hotel Tugu, saat hendak menjauh dari sekitar lokasi aksi. Aparat juga sempat merampas ponsel KI.

Jurnalis perempuan juga tak lepas dari kekerasan aparat. Seorang awak jurnalis perempuan UAPM Inovasi UIN Maliki dipukul polisi ketika hendak meninggalkan lokasi aksi. Polisi sempat meneriaki jurnalis tersebut untuk segera pergi sembari memukul tongkat kakinya. Ia juga mendapatkan pelecehan verbal berupa diskriminasi gender. Setelahnya, ia dipukul dua kali menggunakan tongkat di leher dan betis kanan
hingga lebam.

Ketua AJI Malang, Benni Indo, menyebut bahwa tindakan aparat pengamanan ini merupakan pelanggaran terhadap undang-undang. Menurut Benni, dalam Pasal 4, Ayat 1, UU Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, ditegaskan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.

“Berikutnya pada ayat 3 di dalam pasal yang sama berbicacara: Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Pada Pasal 17 Ayat 1, masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan,” kata Benni, dalam rilis AJI Malang, Selasa (25/03).

AJI Malang, sambung Benni, menilai tindakan kekerasan aparat merupakan bentuk kebrutalan menangani masa aksi. Aparat TNI/Polri bersama-sama melakukan kekerasan, baik terhadap jurnalis mahasiswa maupun demonstran lainnya. Lebih parah lagi, aparat juga melakukan kekerasan terhadap petugas paramedis. Informasi dari LBH Pos Malang juga menyebutkan telah terjadi pelecehan seksual saat aparat membubarkan posko kesehatan.

“Tindakan kekerasan ini menunjukan bahwa aparat tidak menjaga moral dan intelektualitasnya saat menangani masa aksi, sekalipun kondisinya ricuh,” kata Benni.

“Prosedur pedoman penanganan masa aksi telah ditulis dalam Perkap Nomor 8 Tahun 2010. Di Perkap itu, tidak ada instruksi melakukan kekerasan, sebaliknya harus mengutamakan tindakan yang humanis. Jika ada kekerasan oleh aparat, pedoman mana yang mereka ikuti?” tukasnya.

Benni juga menegaskan sikap AJI Malang soal revisi UU TNI. Ia menyebut bahwa dalam undang-undang, hasil revisi ini, ada sejumlah pasal yang mencederai supremasi sipil dan berpotensi mempersempit ruang demokrasi.

“TNI harus kembali ke barak militer. Menjadi alat negara untuk menjaga kedaulatan, bukan alat penguasa untuk melanggengkan kekuasaan,” Benni menegaskan.

-DENDY GANDAKUSUMAH-

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *