Belajar di Kampung Sinau Malang

DeMalang.IDHujan deras mengguyur kawasan Cemoro Kandang, Kedungkandang, Kota Malang sejak sore. Hujan deras tak menyurutkan anak-anak dan remaja mengaji di Tempat Pendidikan Al Qur’an (TPQ) Darussalam. Mereka melintasi sejumlah dinding rumah di deretan lorong kampung dihiasi seni mural, bergambar warna-warni. Di sini, dikenal dengan sebutan kampung sinau.

Usai shalat dzuhur, anak-anak berdatangan sembari memegang payung menuju gedung dua lantai seluas lapangan bola voli. Beralamat di Jalan Untung Sudiro, RT 4 RW 4 Cemorokandang. Mengenakan pakaian muslim dan muslimah, mereka duduk meriung mengelilingi seorang guru ngaji yang membimbing mereka belajar mengaji.

Suara anak-anak mengaji menggema, memecah dominasi suara hujan yang mengguyur sejak sore. Salah seorang wali santri Siti Qosyiah tengah mengantar anaknya yang berusia lima tahun mengaji. Selama dua tahun ini, anaknya belajar mengenal huruf hijaiyah, menghafal doa dan pelajaran Agama Islam lainnya.

Sedangkan anak pertamanya, Reza Miftakhul Khasanah aktif berkegiatan di kampung sinau. Reza yang tengah duduk kelas 2 SMA ini juga turut membantu mengajari adik-adik dalam beragam pelajaran sekolah. Reza kerap berpamitan untuk membantu di kampung sinau. “Bu aku mau ke kampung sinau,” katanya.

Di sini, katanya, anak-anak belajar membaca, menggambar, mewarna dan bermusik. Salah seorang warga lainnya, Sukrimah mengaku bangga kampungnya kerap muncul di televisi atas beragam kegiatan yang dilakukan di kampung sinau. Mulai kegiatan belajar sampai kegiatan sosial seperti santunan anak yatim.  “Selama pandemi, tidak ada kegiatan,” ujarnya.

Putri pertamanya Nabila Rizka Putri, juga turut terlibat di kampung sinau. Lokasi kampung yang berada di pinggiran Kota Malang cukup jauh untuk mengakses bahan bacaan dan pendidikan berkualitas. Apalagi, sebagian besar warga Cemoro Kandang bekerja sebagai petani dan pedagang.

Dari TPQ Darussalam yang diasuh Muslimah ini kampung sinau bermula. Muslimah merupakan ibu kandang Muhammad Toha Mansyur Al-Badawi, pendiri kampung sinau. Sejak pukul 13.00 WIB sampai 21.00 WIB kegiatan mengaji tak pernah putus. TPQ yang berdekatan dengan musala Darussalam ini mengajarkan Tajwid, Fiqh, Tauhid, dan kesenian Al Banjari.

“Saya merintis TPQ sejak menikah pada 1994,” katanya. Awalnya, ia mengajarkan anak tetangga mengaji di musala setempat, Lulusan Pondok Pesantren Raudlatul Mustofa, dan Pesantren Pendidikan Ilmu Al Quran PPIQ, Madyopuro ini tekun hingga sejak 2007 menempati rumah yang dihibahkan untuk pendidikan anak.

Menjadi Penggerak Literasi

Kini, TPQ mendidik sebanyak 300-an anak dengan tenaga pengajar sebanyak 17 orang. Khusus anak dari keluarga dhuafa dan yatim, tak dipungut biaya. Setiap Ahad, pengajian khusus bagi ibu-ibu setempat. Kedekatan dengan dunia pendidikan, katanya, yang memicu Mansyur melakukan kegiatan serupa, khususnya gerakan literasi.

Menempati sebuah ruang di sampung musala, Mansyur mengubahnya menjadi perpustakaan. Aneka jenis buku disusun rapi di rak ruangan tersebut. Sejak kecil, Mansyur hidup di pesantren dan menamatkan pendidikan di SMK Muhammadiyah 1 Kota Malang. “Keterbatasan dana tak melanjutkan kuliah,” katanya yang juga bekerja sebagai pedagang.

Lantas Mansyur dekat dengan komunitas literasi dan sosial. Termasuk mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kota Malang. Berama sejumlah teman sebayanya, sejak 2015 mengajak mahasiswa membantu mewujudkan kampung sinau. Anak-anak yang belajar di TPQ juga dikenalkan dengan aktivitas di kampung sinau. “Diajak belajar dan kegiatan positif,” katanya.

Aktivitas Mansyur, katanya, dipicu beragam fenomena sosial di lingkungannya. Banyak anak yang salah bergaul, sehingga melakukan kegiatan negatif. Sekolah terabaikan dan sebagian putus sekolah. Ayahnya Muhammad Sholeh juga mendukung kegiatan Mansyur. “Dulu mereka berkerumun dan bergaul dengan anak jalanan. Kadang melakukan kegiatan aneh-aneh yang tidak bermanfaat,” katanya.

Beragam mural menghiasi dinding di lorong menuju Kampung Sinau, Cemoro Kandang, Kota Malang. Eko Widianto/ DeMalang.

Lantas mereka diajarkan beragam keterampilan seperti membatik, membuat kerajinan dari botol bekas dan membuat sabun. Termasuk mengekspresikan seni melalui mural di tempat kampung dinau. “BEM dan mahasiwa dari sembilan negara, pernah kesini,” ujarnya.

Mansyur juga menjadi relawan di Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF). Sejak Sabtu malam 4 Desember 2021 turun menjadi relawan membantu korban letusan Gunung Semeru. “Sabtu sore selepas maghrib berangkat ke Lumajang,” katanya.

Selama ini, katanya, Mansyur kerap membantu kegiatan sosial. Mulai membangun fasilitas umum, memperbaiki rumah roboh, dan membantu pengobatan orang yang sakit yang tak mampu. Mansyur merupakan anak pertama dari empat bersaudara. EKO WIDIANTO

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *