BRUIN: Tak Ada Sungai yang Bebas Sampah Plastik

DeMalang.ID- Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) meluncurkan buku hasil riset berjudul Sensus Sampah Plastik di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Kamis, 26 Juni 2025. Riset dilangsungkan selama tiga tahun, 2022–2024. Melibatkan 156 mitra terdiri atas 976 relawan. Terkumpul 76.899 sampah plastik dari 92 titik lokasi yang tersebar di 49 kabupaten/kota di 30 provinsi.

Koordinator Sensus Sampah Plastik BRUIN, Muhammad Kholid Basyaiban menyatakan buku tersebut berisi hasil audit sampah plastik terbesar, paling akurat, dan paling komprehensif yang pernah dilakukan di Indonesia. “Hasil sensus menunjukkan kondisi pencemaran sampah plastik di perairan Indonesia sudah mengkhawatirkan,” kata Kholid. 

BRUIN mengambil contoh di 35 sungai, 17 pantai, dan 2 titik mangrove di 49 kabupaten/kota yang tersebar di 30 provinsi. Hampir 65 persen wilayah riset merupakan ekosistem perairan sungai. Hasilnya, tidak ada sungai yang bebas atau nihil dari sampah.

Jauh dari lampiran IV Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Peraturan Pemerintah tersebut mengatur air kelas satu merupakan air yang dapat digunakan untuk air baku air minum. Kelas dua merupakan air yang peruntukannya digunakan untuk rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan pengairi pertanaman. Kelas tiga merupakan air yang digunakan untuk budidaya ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman. Sedangkan kelas empat merupakan air yang peruntukannya untuk mengairi tanaman.

BRUIN  mengungkap lima besar produsen pencemar polusi plastik di perairan Indonesia. Terbesar, 23 persen didominasi kemasan tanpa merek (kantong kresek, styrofoam, sedotan plastik, kain, cup gelas, dan tali plastik). Wings, 11 persen kemasan sachet (Soklin, Sedaap, Daia, Mama Lime, Teajus) dan botol minuman (Ale-ale, Teh Rio, Golda Coffee, Milku, dan Floridina). Indofood 9 persen didominasi kemasan sachet (Indomie, Sarimie, Indomilk, Bumbu Racik), botol minuman (Club), dan kemasan styrofoam (Pop Mie). Mayora 7 persen didominasi kemasan botol minuman (Le Minerale, Teh Pucuk Harum), kemasan sachet (Roma, Energen, Torabika, Kopiko, & Beng Beng) dan Unilever 6 persen didominasi kemasan sachet (Royco, Rinso, Molto, Sunsilk, Sunlight, dan Bango).

Sedangkan, lima besar merek kemasan plastik terdiri atas merek Club 3 persen (2.271 pieces), Indomie 3 persen  (1.977 pieces), Le Minerale 2 persen (1.708 pieces), SoKlin 2 persen (1.699 pieces) dan Teh Pucuk Harum 2 persen (1.445 pieces).

Sensus Sampah Plastik menunjukkan polusi sampah plastik tak hilang begitu saja. Namun berdampak pada ekosistem, memengaruhi krisis iklim dan risiko kesehatan makhluk hidup. “Sensus ini menunjukkan sampah kemasan pasca konsumsi mencemari perairan, mengancam ekosistem, serta memperburuk dampak perubahan iklim lewat cemaran mikroplastik dan polutan berbahaya lainnya,” kata aktivis lingkungan, sekaligus pendri ECOTON Foundation, Prigi Arisandi.

Tanggung Jawab Produsen

Berdasarkan Sensus Sampah Plastik, BRUIN para produsen plastik mengambil turut serta mengurangi sampah plastik. Sesuai target pemerintah pada 2028 mengurangi sebanyak 30 persen, khususnya kemasan sachet. Menteri Lingkungan Hidup, HanifFaisol Nurofiq mendorong industri lokal mengelola limbah. Pernyataan ini disampaikan dalam membuka Pameran Lingkungan Hidup bertema “End Plastic Pollution”pada 22 Juni 2025.  

BRUIN menuntut pemerintah menekan produsen membangun sistem hukum yang mewajibkan penerapan Extended Producer Responsibility (EFR) atau tanggung jawab produsen yang diperluas. Serta dilengkapi sanksi administratif hingga pidana bagi yang melanggar.

Kepala Departemen Teknik Lingkungan ITS Surabaya, Susi Agustina Wilujeng menilai pemerintah harus membuat kebijakan yang lebih tegas. “Intinya, jangan hanya bergantung pada perubahan perilaku konsumen. Lebih penting kebijakan yang memaksa produsen bertanggung jawab atas dampak yang mereka timbulkan,” katanya.

Ia menilai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen belum efektif memutus rantai sampah plastik. Lantaran, rendahnya tingkat partisipasi produsen dan masyarakat dan lemahnya pengawasan dan sanksi.

Salah satu kolaborator  Sensus Sampah Plastik, Aeshnina Azzahra Aqilani, dari River Warrior Indonesia menilai peta jalan hanya mengubah kapasitas isi produk tanpa larangan ketat penggunaan kemasan plastik sekali pakai. Akibatnya, produsen cenderung mempertahankan penggunaan plastik dengan sedikit modifikasi. “Tapi tidak mencari alternatif produk ramah lingkungan atau menerapkan guna ulang,” ujarnya.

BRUIN memberikan rekomendasi atas temuan dalam penelitian tersebut. Menuntut pemerintah menutup keran polusi plastik dengan merekomendasikan enam strategi utama untuk melawan pencemaran plastik. Meliputi kebijakan pembatasan plastik sekali pakai yang sulit terdaur ulang seperti sachet, kebijakan model guna ulang (reuse movement) untuk mengurangi limbah kemasan, disinsentif pajak terhadap produk plastik sekali pakai yang sulit didaur ulang seperti sachet, insentif untuk pengelolaan plastik yang lebih berkelanjutan, green procurement dalam pemakaian produk ramah lingkungan oleh pemerintah dan industri dan menuntut tanggung jawab produsen lewat implementasi EPR  secara tegas.

“Sensus Sampah Plastik membuka mata kita mengenai pentingnya pengelolaan sampah plastik dari hulu hingga hilir. Perang melawan polusi plastik dimulai sekarang,” ujar Kholid. EKO WIDIANTO

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *