DeMalang.ID – Mulyani Hadiwijaya pernah 8 kali bangkrut dalam berbisnis. Tidak mau menyerah, terus belajar, konsisten dan berintegritas jadi prinsip yang diyakininya. Kini dia termasuk seorang pengusaha roti sukses di Malang. Terus belajar, konsisten dan berintegritas
Mulyani Hadiwijaya seorang pengusaha roti sukses di Malang. Dia pemilik 51 toko roti di bawah bendera Dea Bakery. Usaha itu dirintis sejak awal 2009 silam. Jalan panjang dilaluinya sebelum menjadi salah satu pengusaha sukses di Malang.
“Saya dulu pernah buka usaha macam-macam seperti alat kebugaran, semua gagal,” ucapnya, kemarin.
Mulyani lahir dan besar dari keluarga kelas menengah ke bawah di Jakarta. Merantau sejak muda ke berbagai daerah seperti Pekanbaru dan Medan. Di salah satu daerah itu, dia sempat belajar membuat kue dan roti.
Pasca krisis moneter 98, dia memilih tinggal di Kepanjen, Malang, bersama suaminya. Pada 2001, dengan modal seadanya dia membuka sebuah toko bahan kue sederhana. Awal buka, perputaran uang masih Rp 15 ribu-Rp 30 ribu per hari.
“Belum banyak kenalan, jadi toko pada awal-awal ya masih lumayan sepi,” tutur Mulyani.
Untuk membangun kepercayaan, dia kerap membagi resep kepada pelanggan. Cara itu membuat banyak pembeli tertarik tak hanya membeli, tapi juga belajar membuat kue dan roti. Mulyani sukarela mengajar ke pelanggannya tanpa memasang tarif.
Perlahan, banyak pelanggan berminat belajar. Dia lalu membuka kelas dengan biaya hanya sebesat llr Rp 5 ribu sampai Rp 10 ribu. Teknik dan resep aneka roti serta kue diajarkan. Aktivitas itu dilakukan selama delapan tahun.
“Ide mendirikan toko roti muncul di situ. Banyak yang meyakinkan saya merintis usaha itu,” katanya.
Berbekal sekitar Rp 20 juta, dia lalu mewujudkan idenya. Dari modal sebesar itu, separuh digunakan untuk menyewa toko di Kepanjen dan sebagian lagi untuk membeli peralatan sederhana. Dea Bakery pun berdiri, Dea merupakan nama salah seorang anaknya.
“Tidak semua alat yang saya beli itu baru, ada bekas tapi masih bagus,” ujarnya.
Roti dan kue dibuat tanpa bahan pengawet, bertahan paling lama 4 hari. Bila roti dibuat hari ini, maka esok harinya diturunkan dari etalase. Karena masih layak konsumsi, roti itu lalu dibagikan ke tukang becak, tetangga dan masyarakat sekitar.
“Karena sayang kalau dibuang begitu saja. Hitung-hitung promosi,” ucapnya.

Toko rotinya pun berkembang, semakin banyak pemesan. Dia kemudian mendirikan cabang di Turen, Gondanglegi, Dampit, seluruhnya wilayah Kabupaten Malang. Lokasi itu dipilih sebab banyak pelanggannya.
Perlahan toko cabang berdiri di berbagai daerah Jawa Timur. Serta didi Pontianak, Pekanbaru, Lampung sampai Pekanbaru. Kini total Dea Bakery memiliki 51 toko cabang dengan ratusan karyawan.
“Selama kita yakin dalam bisnis tentu akan dimudahkan oleh tuhan,” ujar Mulyani.
Selain menjaga kualiatas produk, inovasi pun mutlak dilakukan untuk menjaga kepercayaan konsumen. Termasuk rebranding toko agar tak tertinggal tren seiring perkembangan jaman. Selain untuk mempertahankan pelanggan lama, cara itu diharapkan bisa menggaet pasar baru.
“Strategi pemasaran bisa diserahkan ke karyawan muda karena lebih paham tren kekinian,” ucap Mulyani.
Dia mengimbau pada siapapun yang ingin berbisnis agar konsisten, tidak mudah menyerah, selalu menjaga integritas dan jujur. Memastikan kualitas produk dan memiliki standar pengelolaan untuk menjaga kepercayaan konsumen.
“Saya yakin integritas dan kepercayaan harus dimiliki siapaun termasuk di dunia usaha,” katanya.
Dalam membuat kue dan roti, Mulyani ingin memastikan standar keamanan produk. Bahwa roti harus aman dimakan oleh anggota keluarganya sendiri sebelum dikonsumsi orang itu. Karena itu penting menjaga kebersihan selama proses pengolahan serta kualitas bahan bakunya.
Sebagai rasa syukur, toko rotinya pun sering menjadi sponsor berbagai kegiatan amal. Termasuk pernah membagikan puluhan ribu kotak roti ke masjid. Pada Ramadan tahun ini, bertepatan 16 tahun usia usahanya bediri, 10 ribu kotak dibagikan sebagai takjil buka puasa. ZAINUL ARIFIN