DeMalang.ID-–Keripik tempe menjadi salah satu oleh-oleh khas Malang. Di sentra keripik tempe Jalanan Sanan Kota Malang berdiri ratusan industri rumahan. Salah satunya Dua Karunia yang memproduksi keripik tempe sejak 1970. “Awalnya usaha sampingan orang tua yang memproduksi tempe,” kata perajin Dua Karunia, M. Arif Sofyan Hadi.
Daripada tempe membusuk, katanya, orang tuanya mengolah menjadi keripik tempe. Tempe diiris tipis digoreng dengan adonan tepung. Keripik tempe dijual di sejumlah pasar tradisional dan rumah makan di Malang. Ia turut menjajakan keripik tempe tanpa merek dagang. Lambat laun, ternyata keripik tempe menjadi primadona. Sehingga sejak 1980, Arif membuat merek Dua Karunia.
“Sekarang bahan baku dari tempe segar, bukan tempe yang tidak laku dijual,” katanya. Arif juga memasok ke toko oleh-oleh di terminal Arjosari Malang. Kini, keripik tempe Sekarang jadi pekerjaan utama. Apalagi, sejak pemerintah mencanangkan Sanan sebagai sentra keripik tempe sejak 1986. Lantas pada 2005, keripik tempe menjadi booming sebagai oleh-oleh khas Malang.
Ia mempromosikan keripik tempe melalui radio dan dari mulut ke mulut. Sedangkan memasuki era digital, kini promosi dilakukan di berbagai platform media sosial dan menjual di lokapasar. Sehingga semakin luas menjangkau pelanggan dari pelosok negeri.
Keripik tempe merek Dua Karunia produksinya telah didistribusikan ke sejumlah kota di Indonesia. Selain memproduksi, Arif juga membuka gerai keripik tempe di rumahnya. Dua Karunia juga memiliki reseller di Papua dan Hongkong. Secara rutin, Arif mengirim keripik tempe sesuai pesanan. Rata-rata memproduksi 50 kilogram per hari, saat lebaran melonjak dua kali lipat.
Permintaan melonjak dan semakin banyak perajin keripik tempe. Lantas bermunculan toko yang menjual keripik tempe di depan kampung sanan. Kini, tercatat sebanyak 10-an toko oleh-oleh yang menjual aneka keripik tempe. “Keripik tempe rasa original paling laris. Ada juga rasa pedas manis, balado, dan ayam lada hitam,” kata Arif.
Arif menaikkan harga keripik tempe per bungkus menjadi Rp 7.500, dari sebelumnya Rp 5.500. Lantaran sejak setahun terakhir beragam bahan baku melonjak naik. Tepung tapioka semula Rp 5.300 per kilogram naik menjadi Rp 7.500. Selain itu, tepung beras, minyak goreng dan kemasan plastik turut naik.
Arif pula yang memulai keripik tempe berbentuk bulat, sedangkan perajin lain keripik tempe berbentuk persegi panjang. Keripik tempe berbentuk bulat, katanya, lebih praktis dan hasil akhir tak berubah. Sedangkan keripik persegi panjang, biasanya pecah saat produksi. Kini, perajin lain mengikuti membuat keripik tempe berbentuk bulat. “Awalnya iseng, dan berbeda dari yang lain,” kata Arif.
Arif pula yang membuat formula keripik tempe yang renyah dan gurih. Lantaran sebelumnya sebagian pelanggan menilai keripik tempe keras. Formula perenyah keripik tempe tersebut juga ditularkan kepada perajin keripik tempe lain di sanan.
Arif yang juga Ketua Paguyuban Sentra Industri Tempe Sanan menjelaskan setiap hari produksi tempe di Sanan mencapai 25 ton sampai 30 ton. Setiap tamu masuk ke kampung mengikuti edukasi pembuatan tempe dan keripik tempe. Sentra keripik tempe Sanan juga menawarkan program edukasi bagi pelajar mulai siswa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga pemerintah daerah yang melakukan studi banding.
Kini, juga menjamur gerai penjualan keripik tempe di jalan masuk kampung Sanan. Aktivitas bongkar muat kedelai, dan kesibukan pekerja memproduksi tempe terlihat sejak memasuki jalan kampung. Pelanggan juga berjubel antre memilih aneka jenis keripik tempe di toko oleh-oleh di Sanan.
Salah seorang pembeli, Rachmati mengaku setiap lebaran membeli keripik tempe di Sanan produksi Arif. Ia menilai keripik tempe yang dihasilkan lebih renyah, dan cita rasa tempe lebih terasa. “Renyak dan enak,” katanya. EKO WIDIANTO