DeMalang – Jemarinya lincah meramu bubuk kopi di dalam cangkir. Matanya berkilat-kilat memantulkan lidah api yang memanaskan ketel kaca berisi air di atas kompor.
Jika tak sedikit cadel, tentu tak ada yang percaya jika ia baru saja pulih dari serangan stroke beberapa pekan lalu.
“Sebetulnya, saya masih belum kuat betul. Bagian kiri tubuh ini. Namun, saya coba untuk terus kuat,” ujar Yuniar Setiawan. Ia adalah owner sekaligus peramu kopi di Hey Bro Koffie Huis, salah satu kedai kopi di Kota Malang.
Sembari jemarinya terus menari, ia menjelaskan ihwal kopi robusta, yang dipesan sang pelanggan.
“Robusta itu, nggak seperti yang disalahpahami selama ini, nggak pahit. Robusta itu nggak pahit. Yang bikin pahit itu bisa proses roasting-nya atau variabel lainnya seperti air terlalu panas dan cara penuangannya, bukan kopinya,” papar Bro Yun, sapaan karibnya.
“Ini coba dicicipi. Pahit nggak?” tanya Yuniar sembari mengangsurkan sekantung biji kopi berwarna cokelat muda kepada si pelanggan.
Ia pun tersenyum simpul ketika si pelanggan mengangguk, setuju dengan pernyataannya, setelah menjajal biji kopi yang diangsurkan. “Nah, kan. Robusta ini nggak pahit kan?” sambungnya.
Pengetahuan Bro Yun soal perkopian memang tak bisa dipandang enteng. Ia sudah sebelas tahun berkecimpung di dunia perkopian.
Pria kelahiran Jember tersebut sempat berguru sampai ke Singapura untuk bisa memperdalam ilmu perkopian. Sebelum di Malang, ia sempat juga memiliki sejumlah warung kopi di Yogyakarta.
“Namun, semua berubah saat Covid datang menyerang. “Waktu itu, saya harus merumahkan sejumlah karyawan,” kata Bro Yun.
“Rasanya berat. Namun, dari situ, saya belajar untuk membangun sesuatu yang lebih dekat dengan hati,” ia menambahkan.
Sebelumnya berkecimpung di dunia perkopian, Bro Yun adalah seorang aparatur sipil negara (ASN) di sebuah kementerian.
“Saya juga sempat mengajar di sebuah kampus. Kalau pendidikan formal, saya sarjana dan magister hukum,” papar pria kelahiran 1981 tersebut.
Bagi Bro Yun, keputusannya banting stir, dari seorang abdi negara menjadi peramu kopi, adalah sebuah ‘jalan pulang’. Ia mengaku sudah tidak betah terjebak dalam aturan-aturan birokrasi yang mencekik.
“Saya pikir dunia kampus lebih bersih, ternyata tapi sama aja, penuh intrik, kepentingan dan politik kotor. Akhirnya saya pilih dunia kopi. Lebih jujur, lebih hidup,” ujarnya sambil tertawa,” tuturnya sembari tergelak.
Bro Yun juga berharap kedai kopinya tak sekadar menjadi oase baginya sendiri. Ia ingin agar Hey Bro juga bisa menjadi tempat konsumennya ‘pulang’ untuk sejenak melepas penat.
Hey Bro bukan sekadar tempat ngopi. Bro Yun merancangnya sebagai ruang istirahat, tempat ngobrol, dan berbagi cerita. Dengan setting sederhana kursi kayu, tenda, beberapa hammock. Hey Bro menyuguhkan suasana autentik.
Tak ada lampu hias atau properti instagramable lain. Alih-alih lagu top 40 atau alunan musik jazz, suara tonggeret lah yang menjadi pengiring pengunjung saat menyesap kopi di Hey Bro. Kondisi ini kontras dengan sejumlah kafe atawa warung kopi lain di Kota Malang.
Sebagai sebuah oase, Hey Bro juga menawarkan rasa kekeluargaan. Di sini, para pelanggan bukan sekadar konsumen, tapi lebih sebagai keluarga atawa teman lama.
Bro Yun berharap, kedai kopi ini bisa jadi tempat bagi para pelanggannya ngobrol-ngobrol. Ia juga menyoroti bahwa saat ini orang-orang sudah jarang ngobrol sembari menyesap kopi. Mereka lebih banyak sibuk dengan gawai. Hal ini membuat warung kopi menyediakan colokan dan akses internet agar pelanggan betah.
“Di sini, saya tetap menyediakan wifi dan colokan listrik. Kalau ada yang memang butuh, silakan. Namun, sejauh ini, pelanggan di sini lebih banyak ngobrol,” katanya.
Tak hanya kopi, sebagai teman ngobrol, Hey Bro juga menawarkan sejumlah menu lain. Selain minuman berbasis kopi, ada juga menu non-kopi, seperti cokelat dan susu. Cemilannya pun beragam, mulai roti panggang, burger, sampai gorengan.
Cita rasa hidangan yang ditawarkan Hey Bro membuat Adya jatuh cinta. Pelajar asal Sawojajar ini mengaku jatuh cinta dengan racikan cokelat, yang juga jadi salah satu signature menu Hey Bro.
“Rasanya enak. Unik sih. Saya memang suka es cokelat, di sini ini merupakan yang paling enak. Enteng tapi sangat kaya rasa,” ucapnya.
“Roti panggang beef-nya juga enak. Lain kali pingin coba yang cokelat,” sambungnya.
Soal harga, Adya menilai banderol menu yang ada di Hey Bro masih relatif terjangkau. Apalagi, baginya, Hey Bro juga menawarkan suasana unik.
“Seru sih. Ngopi sama main hammock. Di sini juga sejuk,” akunya.
Bro Yun sendiri berharap Hey Bro Koffiehuis bisa menjadi tempat pulang bagi siapa pun yang datang. Di sini, pelanggan dianggap seperti keluarga. Bahkan, ada grup WhatsApp khusus untuk pelanggan setia.
“Saya ingin tempat ini jadi rumah kecil yang hangat. Bukan cuma tempat beli kopi. Namun, bisa jadi tempat untuk merasa hadir dan didengarkan,” ucapnya.
Dari tepi hutan kota, Bro Yun terus meracik bukan hanya secangkir kopi, tetapi juga secuil ketenangan rumah untuk siapa pun yang singgah. -Dendy Gandakusumah-