DeMalangID – Masyarakat Suku Tengger bakal menggelar megeng dan pati geni, ritual akhir Wulan Kapitu atau bulan ketujuh dalam kalender Tengger. Akses kunjungan di Kaldera Tengger kawasan wisata Gunung Bromo pun bakal ditutup sementara untuk menghormati adat budaya itu.
Penutupan sementara akses kunjungan wisata dan kendaraan bermotor di kawasan Kaldera Tengger Gunung Bromo dilakukan pada 27 Januari 2025 pukul 15.00 WIB hingga 28 Januari 2025 pukul 23.59 WIB. Dua hari itu bertepatan akhir dari Wulan Kapitu.
Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS), Rudijanta Tjahja Nugraha, mengatakan aktivitas pariwisata di kawasan gunung purba Bromo baru kembali buka pada 29 Januari 2025 pukul 01.00 WIB.
“Kalau ada kondisi kedaruratan diizinkan melintas di kawasan Kaldera Tengger selama masa penutupan sementara,” kata Rudijanta.
Selama periode itu, otoritas taman nasional tidak akan melayani pemesanan tiket untuk memastikan tidak ada kunjungan wisatawan. Sedangkan kunjungan wisata ke kawasan Ranu Regulo tetap dibuka seperti biasa.
Kendaraan bermotor dibatasi dari arah Pasuruan sampai pintu masuk Wonokitri. Sementara batas pintu masuk dari arah Malang dan Lumajang adalah di Pos Jemplang. Lalu dari arah Probolinggo dibatasi di pintu masuk Cemorolawang.
“Seluruh masyarakat dan pelaku jasa wisata kami imbau agar patuh aturan ini,” ujar Rudijanta.
Wulan Kapitu atau bulan ketujuh dalam kalender masyarakat Tengger merupakan bulan suci bagi masyarakat adat setempat dan penuh makna spiritual. Otoritas taman nasional juga menutup kaldera Tengger dari seluruh akivitas pariwisata saat awal Wuan Kapitu yang jatuh pada 29 Desember 2024 mulai pukul 15.00 WIB sampai 30 Desember 2024 pukul 23.59 WIB lalu.
Mengutip buku Upacara Kasada Dan Beberapa Adat Istiadat Masyarakat Tengger yang diterbitkan Direktorat Jenderal Kebudayaan (1978/1979), selama Wulan Kapitu, seluruh sesesepuh maupun masyarakat Tengger yang mampu dan sudah cukup umur melakukan megeng, puasa putih satu bulan penuh.
Itu merupakan sebuah lelaku menghindari apapun yang dapat menimbulkan kesenangan. Dilakukan dalam suasana keprihatinan dan harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan dijalankan dengan jiwa raga yang bersih.
Saat awal Wulan Kapitu, setiap kepala keluarga membawa tumpeng ke tempat Petinggi (kepala desa) untuk dimantrai oleh Dukun Pandhita Tengger. Setelah itu tumpeng dibawa pulang dan sebagian di antaranya seperti pucuk tumpeng ditinggalkan di rumah Petinggi.
Selama megeng, Dukun Tengger dan para wakilnya mengurangi makan, tidur, berbicara dan tidak bersenggama. Dukun juga melakukan pati geni, yaitu tidak tidur, tidak makan minum serta tidak berkumpul dengan istri selama sehari-semalam.
Dukun Tengger mengulangi lelaku pati geni ini pada akhir Wulan Kapitu yang jatuh pada akhir Januari 2025 ini dalam sistem kalender Masehi. Setelah berakhir, digelar selamatan di rumah Petinggi yang dipimpin oleh Dukun untuk menutup bulan suci itu.
Upacara adat Wulan Kapitu bertujuan untuk menahan sifat keduniawian, mengingatkan setiap orang agar selalu mampu mengendalikan hawa nafsu. Setiap orang harus mampu menjauhi larangan dan lebih mendekatkan diri ke Sang Maha Pencipta. (Zainul Arifin)