DeMalang.ID-–Cekatan, Mulyono, perajin keramik Dinoyo Kota Malang menuangkan cairan ke dalam cetakan keramik. Berhati-hati, membuat keramik model vas bunga nampak cantik dan rapi. Sesekali, Mulyono asal Donomulyo Kabupaten Malang ini mencampur bahan keramik ke dalam mesin pencampur atau mixer.
Bahan-bahan campuran meliputi, kaolin atau tanah liat putih, felspard (bebatuan), kwarsa (pasir), dan ball clay atau bersifat plastis mengandung kadar silica dan alumina yang tinggi. “Setelah kering, bentuk keramik dirapikan,” kata Mulyono yang bekerja sejak lima tahun lalu.
Bahan keramik mengering, teman Mulyono mengayunkan kuas melukis dan mendekorasi sesuai motif, desain dan kreasi perajin. Selanjutnya, dilapisi glasir atau lapisan gelas. Langkah terakhir adalah proses pembakaran keramik, waktu dan suhu disesuaikan dengan kebutuhan. Bengkel keramik seluas lapangan bola voli riuh, perajin sibuk beraktivitas.
Sepanjang jalan MT Haryono gang Keramik, berjajar bengkel keramik yang sebagian ruangan disulap menjadi showroom atau ruang pamer produk kerajinan keramik. Aneka jenis dan motif keramik dipamerkan di dalam etalase kaca. Jalan selebar empat meter terasa sesak, pengendara hilir mudik di sepanjang kampung wisata keramik Dinoyo Kota Malang.
“Pemukiman terlalu padat, jalan sering macet,” kata Ketua Paguyuban Perajin dan Pedagang Keramik Dinoyo, Syamsul Arifin. Ia bersama perajin lain resah, lantaran jalan terlalu padat sehingga wisatawan domestik maupun mancanegara tak jarak malas menuju kampung wisata keramik. Sedangkan relokasi kawasan membutuhkan biaya mahal dan menghilangkan sejarah keramik Malang.
Para perajin berharap agar kampung keramik ditata menarik, serta arus lalu lintas ditata agar tak macet. Selama ini, katanya, wisatawan mancanegara berdatangan dari Negara di Eropa dan Asia. Selain membeli oleh-oleh kerajinan keramik, mereka juga melihat proses produksi keramik. “Tak jarang, mereka ikut belajar membuat keramik,”kata pemilik usaha keramik “Cenderamata”.
Kampung wisata keramik mulai dibuka sejak 2000. Setelah pasar keramik lesu, akibat serbuan keramik China. Sejumlah perajin pun sepi pesanan, sebagian memilih menghentikan produksi dan satu per satu gulung tikar. Lantas, perajin berinisiatif membuka toko dan ruang pamer di depan rumah masing-masing.
Lambat laun, produksi keramik mulai bergairah setelah lama lesu darah. Wisatawan berdatangan, pelajar dan mahasiswa juga berdatangan. Mereka melihat produksi dan belajar membuat keramik. “Menarik minat kaum muda untuk menggeluti kerajinan keramik,” ujarnya.
Ragam Keramik
Promosi kampung keramik terus digencarkan. Melalui festival keramik, tiap tahun perajin memamerkan produk unggulan. Termasuk tren bentuk dan jenis keramik yang tengah ramai tiap tahun. Total sebanyak 34 perajin, yang aktif memproduksi keramik. Hasil produksi dipasarkan di semua kota besar di Jawa dan Bali.
Berbagai jenis bahan keramik diproduksi mulai cangkir, moci, asbak, cinderamata dan vas bunga. Awalnya, perajin terpengaruh gaya keramik asal China. Para perajin meniru, motif, warna hingga bentuk keramik China. Sehingga hingga kini tak memiliki desain dengan ciri khas budaya Malang.
Saat ini, perajin mulai mengembangkan motif dan desain sesuai dengan budaya Malang. Mereka menggali kekayaan budaya dan motif asli Malang. Maupun iklim tropis, seperti motif katak, capung dan aneka jenis bunga tropis. Namun, permintaan keramik klasik atau antik model China tetap berdatangan. “Ada pasar yang khusus memesan keramik klasik,” katanya.
Kini, perajin banyak menerima order cinderamata perkawinan. Pembeli membuat desain sendiri sesuai dengan tema pernikahan atau profesi pasangan pengantin. Atau tokoh kartu yang diidolakan. “Pekerjaan pilot memilih cinderamata pesawat,” ujar Syamsul.
Perajin juga rajin mengikuti pelatihan untuk memperdalam teknik kerajinan keramik. Serta mengikuti pameran ke berbagai Negara mempromosikan produk keramik Dinoyo. Meski sampai saat ini, tak ada perajin yang berhasil mengekspor produk keramik langsung ke luar negeri.
Syamsul mulai menekuni kerajinan keramik sejak 1995. Sebelumnya, ia bekerja di sebuah
pabrik keramik. Setelah memiliki cukup pengetahuan dan modal, Syamsul membangun usaha keramik. Kini, ia mempekerjakan sebanyak 10 orang. “Rata-rata sama, omset dan pekerja tak beda jauh,” katanya.
Kerajinan keramik di Dinoyo terus berkembang. Para perajin mengikuti pelatihan teknik produksi kerajinan keramik maupun manajemen. Unit Pelaksana Teknis Aneka Industri dan Kerajinan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur memproduksi bahan baku keramik 60 ton per bulan.
Bengkel seluas separuh lapangan sepak bola ini mengolah bahan baku keramik. Diproduksi tiga jenis bahan baku. Sebagian besar bahan baku berasal dari Jawa Timur. Sekitar 15 persen impor. Terutama, glasir dan pewarna untuk proses finishing. Bahan itu diimpor dari China, Jerman, Italia, Taiwan, Spanyol dan Korea. Ia menjamin bahan baku yang diproduksi berkualitas dan bersaing dengan produk lain. Sedangkan harganya, jauh lebih murah.
Unit ini juga memberi bimbingan teknis kepada para perajin. Meliputi teknik, manajemen dan pemasaran. Bahkan disediakan laboratorium secara cuma-cuma untuk perajin keramik. Meliputi uji kekerasan, kelenturan, tekan dan kekuatan. Perajin keramik Dinoyo dinilai tak memiliki jati diri atau ciri khusus.
Seperti Bali unggul dengan desain berciri Barong. Sehingga, kerajinan keramik Dinoyo tak bisa bersaing ketat dengan produk lain. Terutama produk keramik China yang dikenal kualitas bahan kelas wahid, termasuk teknik dan desain yang terkenal kelas dunia.
Keramik Dinoyo, tak bisa disandingkan dengan keramik China. Meski awalnya, banyak perajin yang meniru keramik China. Untuk itu, perajin harus berinovasi membuat desain dan motif dengan kekuatan unsur budaya lokal. Jika di Malang terkenal dengan topeng Malang, tak salah jika motif itu digunakan menjadi motif khas Malang.
Lemah Agung, produsen keramik Malang sempat mengekspor keramik berbentuk kaligrafi ke Negara di Timur Tengah. Ekspor keramik dilakukan mulai 1995, namun belakangan perajin menghentikan ekspor karena kesulitan manajemen. “Pengusaha kesulitan memenuhi pesanan jumlah besar,” katanya.
Pamor Keramik Dinoyo Memudar
Ketua Badan Promosi Pariwisata Jawa Timur Dwi Cahyono menilai kampung keramik Dinoyo merupakan produk unggulan pertama di Malang. Dikenal dengan keramik berciri warna dominan biru dan putih. Tapi, kini pamornya terus meredup akibat kesalahan pengelolaan. “Perajin hanya memenuhi pesanan, meninggalkan ciri khasnya,” kata Dwi.
Seharusnya, kata Dwi, harus ada perajin yang mempertahankan ciri khas keramik Dinoyo. Pemerintah harus memfasilitasi perajin agar menjaga tradisi dan keramik khas Dinoyo.
Sebagai bagian dari industri kreatif, perajin dituntut membuat bentuk dan desain yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Selain itu, karakter Panji dianggap mewakili Malang. Sementara, selama ini karakter Panji hanya dikenal di kerajinan topeng Malangan. Karakter Panji, katanya, tak pernah digali oleh perajin. Mereka dianggap tak percaya diri dengan warisan budaya leluhur. Sementara, pemerintah tak bersungguh-sungguh menata dan mengelola kampung keramik Dinoyo.
Solusinya, kata Dwi, Pabrik Keramik Dinoyo Malang yang dikelola Perusahaan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur menjadi laboratorium hidup. Perajin bisa memamerkan keramik produksinya serta menjaring pelanggan. Selain itu, juga dibutuhkan lahan luas untuk parkir yang memadai untuk rombongan wisata.
Sedangkan kawasan kampung keramik ditata utuh. Terutama arus lalu lintas di jalan masuk kampung keramik yang selama ini sering macet dan menganggu wisatawan yang berkunjung. Solusinya, katanya, jalur diubah searah atau ditutup khusus hari Minggu. Pengunjung harus berjalan kaki menuju lokasi kerajinan keramik. “Jika ditata baik, optimis keramik Dinoyo kembali moncer,” katanya. EKO WIDIANTO