DeMalang.ID–Keterwakilan perempuan di parlemen Kota Malang dari tahun ke tahun terus meningkat. Data dari Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang menunjukkan pada 2014 kuota perempuan 24,4 persen pada 2024 naik menjadi 26,6 persen.
Keterwakilan perempuan di parlemen Kota Malang belum memenuhi kuota minimal 30 persen. Ketimpangan keterwakilan perempuan di parlemen menjadi permasalahan serius dalam menentukan arah kebijakan yang mewakili perempuan. Sarah & Mona (2008) menjelaskan mengapa perempuan tidak terlihat mewakili perempuan setelah menduduki jabatan politik.
Fenomena ini terjadi karena jumlah perempuan jauh lebih sedikit dibandingkan laki-laki di parlemen. Sehingga, perempuan tidak memiliki dampak signifikan pada arah kebijakan yang inklusif gender. Kebijakan afirmatif sistem kuota minimal 30 persen merupakan langkah awal yang penting.
Kampanye bisa membantu mematahkan stigma dengan menunjukkan perempuan memiliki kapasitas yang sama dalam pengambilan keputusan politik. Sekaligus mendorong peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen, dan memastikan suara perempuan semakin berpengaruh.
Mengandalkan sistem kuota saja tidak cukup, perlu kebijakan afirmatif yang lebih konkret. Kampanye publik yang mengedukasi pemilih tentang pentingnya memilih kandidat perempuan berperan penting dalam mengubah persepsi masyarakat. Saat ini, stereotip gender masih sangat kuat di Indonesia, yang membuat pemilih ragu untuk memilih perempuan sebagai wakil mereka (Jayani dkk., 2024).
Keterwakilan perempuan di parlemen juga turut mewujudkan parlemen yang inklusif terhadap seluruh masyarakat Indonesia. Memastikan perempuan memiliki jumlah yang layak di parlemen, kita dapat menciptakan kebijakan yang mewakili perempuan. EKO WIDIANTO