[Opini] Aksara Tradisi: Jembatan Peradaban Nusantara di Mata Dunia

Oleh: Heru Nugroho
Praktisi Seni dan Budaya

Indonesia, negeri kita tercinta, adalah mozaik budaya yang tak terhingga. Di antara beragam kekayaan itu, aksara-aksara tradisi Nusantara adalah salah satu permata yang paling menawan. Lebih dari sekadar simbol tulisan, aksara seperti Kawi, Jawa, Sunda, Bali, Batak, Lontaraq, Ulu, Pegon, hingga Jawi, adalah cerminan jejak sejarah, peradaban, dan identitas luhur bangsa kita. Masing-masing memiliki kisah uniknya, tersebar dari Pulau Jawa, Sumatera, hingga wilayah timur Indonesia, terukir di prasasti, naskah kuno, hingga koin.

Pengakuan UNESCO: Sebuah Keharusan untuk Kelestarian

Di tengah laju modernisasi, pelestarian aksara tradisi adalah sebuah keharusan. Mendapatkan pengakuan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBtB) UNESCO bukan sekadar tentang prestise, tetapi juga tentang perlindungan, promosi, dan memastikan aksara-aksara ini tidak lekang dimakan zaman. Proses pengajuan ke UNESCO memang tak mudah; ia menuntut validitas dan akurasi data yang tinggi, serta upaya diplomatik yang serius. Tantangan inilah yang mendorong Kementerian Kebudayaan (KemenBud) RI untuk mencari strategi terbaik.

Terobosan Diplomasi Budaya: Bergandengan Tangan dengan Suriname

Melihat prosedur pengajuan tunggal yang cukup berliku, sebuah terobosan strategis pun lahir. Melalui diplomasi budaya yang diinisiasi oleh Prof. Dr. Ismunandar, Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga KemenBud RI, kami berhasil menjalin kesepakatan kolaborasi dengan negara Suriname. Kesepakatan ini sungguh krusial, membuka jalan bagi pengajuan bersama yang diyakini akan memperkuat bobot usulan ke UNESCO.

Puncaknya, pada 2 Juni lalu, saya bersama Ilham Nuwansah, rekan filolog, berkesempatan hadir dalam pertemuan penting di Fadly Zon Library, Jakarta, yang fotonya saya sertakan dalam tulisan ini. Bersama Ammar Randy van Zichem, PhD, seorang akademisi dan Staf Ahli Kementerian Kebudayaan Suriname (yang masih menyatu dengan bidang pendidikan), kami berdiskusi intens. Kehadiran Bapak Fadly Zon, Menteri Kebudayaan RI, juga menjadi penanda dukungan penuh pemerintah Indonesia terhadap inisiatif ini.

Diskusi kami mengungkap fakta menarik yang menjadi benang merah kuat kolaborasi ini: aksara Hanacaraka dan Pegon, yang dibawa oleh imigran Jawa di masa lalu, masih lestari dan dipelihara oleh komunitas di Suriname hingga kini. Ini adalah bukti nyata ikatan budaya transnasional yang kuat, menjadikan Suriname mitra paling strategis dalam upaya mulia ini.

Suara Komunitas dan Kekuatan Kolektif

Upaya besar ini tentu tak akan terwujud tanpa dukungan para pegiat aksara tradisi di seluruh Nusantara. Saya pribadi, sebagai Wakil Ketua Bidang Pemasaran, Pengembangan Bisnis, dan Kerja Sama di PANDI pada periode 2019-2023, terlibat intens dalam program “Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara (MIMDAN)”. Program ini bukan sekadar inisiatif komunitas, melainkan juga bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental yang digagas pemerintah, sebuah kolaborasi strategis antara PANDI dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) untuk melestarikan dan mengembangkan budaya Nusantara melalui digitalisasi aksara.

Dari pengalaman tersebut, saya menyaksikan langsung antusiasme dan dedikasi luar biasa dari rekan-rekan komunitas dalam melestarikan aksara, sebuah semangat yang bahkan mendapat respons positif dari berbagai pihak seperti yang pernah diberitakan di media.

Kini, dukungan mereka, baik secara moral maupun melalui data dan perspektif strategis, sangat vital. Kami membutuhkan informasi akurat dan valid yang dapat memperkuat proposal yang akan disusun bersama. Ini bukan hanya upaya pemerintah, tetapi juga gerakan kolektif yang melibatkan setiap elemen masyarakat, di Indonesia maupun di Suriname.

Merajut Harapan di Kancah Dunia

Antusiasme saya terhadap upaya ini begitu besar, sama besarnya dengan apresiasi saya kepada rekan-rekan pegiat aksara di seluruh Indonesia dan tentu saja kepada pemerintah RI, khususnya Kementerian Kebudayaan. Dengan kolaborasi Indonesia-Suriname ini, kita melangkah bersama, membawa “Aksara Tradisi” yang berasal dari Nusantara” sebagai jembatan peradaban yang menghubungkan dua benua, dua bangsa, dalam satu narasi besar tentang pelestarian warisan budaya.

Semoga langkah ini berjalan mulus dan Aksara Tradisi kita segera mendapatkan pengakuan yang layak dari UNESCO, menjadi kebanggaan kita semua, dan warisan abadi bagi generasi mendatang. Mari kita dukung penuh upaya ini! ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *