[Opini] Merajut Mimpi Piala Dunia: Antara Asa Instan dan Fondasi Berkelanjutan Sepak Bola Indonesia

Oleh : Heru Nugroho
Sekjen BOPI (Badan Olahraga Profesional Indonesia) 2014 – 2018

Mimpi melihat Tim Nasional Indonesia berlaga di Piala Dunia adalah dambaan setiap pecinta sepak bola di negeri ini. Mimpi itu kini terasa lebih dekat, meski peluangnya cukup tipis. Perjuangan di kualifikasi Piala Dunia 2026 yang sedang berlangsung, terlepas dari hasil akhirnya, harus kita jadikan pelajaran berharga untuk masa depan persepakbolaan nasional.

Sebagai seorang yang pernah mengemban amanah sebagai Sekretaris Jenderal Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) di periode 2014-2018, saya memiliki pandangan dan pengalaman yang mungkin sedikit berbeda dalam melihat dinamika sepak bola kita. Pada masa itu, kita bersama-sama menyaksikan betapa karut-marutnya tata kelola sepak bola nasional. Bahkan, sempat terjadi keputusan dramatis pemerintah yang membekukan federasi sepak bola (PSSI) pada 2015, demi upaya perbaikan. Hal ini berujung pada sanksi FIFA yang melarang Indonesia berkiprah di kancah internasional.

Pengalaman tersebut membuka mata saya lebar-lebar tentang akar permasalahan yang fundamental. Saya menyaksikan langsung bagaimana sebuah klub Liga 1, yang seharusnya berstatus badan usaha profesional, ternyata tidak memiliki legalitas yang mencerminkan profesionalisme. Salah satu temuan krusial pada masa itu adalah beberapa klub tidak memiliki NPWP, menunjukkan pengabaian terhadap kewajiban administratif dasar.

Perbaikan Awal dan Tantangan yang Bertahan

Syukurlah, berdasarkan informasi terbaru dari kolega saya di Indonesia yang masih aktif mengamati sepak bola, hampir semua Perseroan Terbatas (PT) yang menaungi klub tidak lagi abai hingga tak punya NPWP. Ini adalah langkah maju yang patut diapresiasi, menunjukkan adanya perbaikan awal dalam aspek administratif dasar klub-klub profesional kita.

Namun, kendati perbaikan di ranah NPWP sudah terjadi, persoalan yang lebih mendalam, seperti perihal kontrak antara klub dan pemain, masih saja menjadi isu yang kerap mencuat di pemberitaan media. Kasus-kasus perselisihan kontrak dan tunggakan gaji masih sering kita dengar, salah satu contoh yang menonjol adalah kasus Marko Simic dengan Persija Jakarta yang sempat ramai diberitakan. Ini menunjukkan bahwa meskipun satu aspek legalitas telah membaik, fondasi profesionalisme sejati yang melindungi hak-hak pemain dan menjaga iklim kerja yang kondusif belum sepenuhnya tegak. Jika persoalan kontrak saja masih bermasalah, maka ini akan berdampak pada seluruh ekosistem, termasuk pembinaan.

Jalan Pintas Naturalisasi dan Pertanyaan Jangka Panjang

Dalam kondisi saat ini, program naturalisasi pemain mungkin bisa dimaklumi sebagai solusi instan untuk mendongkrak kualitas tim dan mencapai target jangka pendek. Kehadiran pemain-pemain naturalisasi memang telah memberikan angin segar, menambah kekuatan, dan membawa mentalitas kompetitif yang diperlukan. Namun, saya berpandangan bahwa pola semacam ini tidak bijak untuk ekosistem persepakbolaan Indonesia dalam jangka panjang.

Mengapa? Indonesia adalah negara dengan populasi hampir 300 juta jiwa. Kita memiliki bakat dan potensi atlet sepak bola yang luar biasa melimpah. Bandingkan dengan negara kecil seperti Islandia, yang dengan populasi di bawah satu juta jiwa, pernah berhasil lolos ke Piala Dunia. Ini membuktikan bahwa kuantitas saja tidak cukup, melainkan kualitas pembinaan, sistem yang terstruktur, dan tata kelola yang profesional.

Jika kita terus-menerus bergantung pada naturalisasi tanpa membenahi akar masalah, kita akan kehilangan kesempatan emas untuk memaksimalkan potensi talenta lokal. Kita akan melewatkan proses penting dalam membangun karakter, identitas, dan keberlanjutan sepak bola nasional dari dalam.

Kekuatan Suporter dan Harapan untuk Masa Depan

Melihat perjuangan Timnas kita saat ini di kualifikasi Piala Dunia 2026, kita semua wajib memberikan semangat dan dukungan penuh. Setiap momen, setiap pertandingan, harus kita jadikan bahan pelajaran berharga demi memperbaiki tata kelola dan mengangkat harkat bangsa melalui sepak bola. Jumlah pemerhati dan pecinta sepak bola di Indonesia itu luar biasa banyaknya.

Fanatisme pecinta sepak bola di Indonesia adalah modal yang tak ternilai harganya. Ini bukan sekadar dukungan biasa, melainkan sebuah ikatan emosional yang mendalam. Momen haru saat puluhan ribu suporter di Gelora Bung Karno menyanyikan “Tanah Airku” menyemangati Timnas Indonesia yang akan berlaga adalah bukti nyata dari kekuatan dahsyat ini. Fanatisme ini harus diartikulasikan bukan hanya sebagai euforia sesaat, tetapi sebagai energi positif untuk mendesak perbaikan, menuntut profesionalisme, dan membangun sepak bola yang lebih baik.

Membangun Fondasi, Merajut Masa Depan

Mimpi Indonesia menjadi peserta, bahkan juara Piala Dunia, bukanlah hal yang mustahil. Namun, itu tidak akan tercapai hanya dengan mengandalkan suntikan instan dari luar. Kuncinya ada pada pembinaan usia dini yang serius dan perbaikan tata kelola fundamental di semua lini.

FIFA telah menyediakan panduan yang sangat komprehensif, seperti Club Licensing Regulations (CLR), yang seharusnya menjadi acuan bagi PSSI dan klub-klub di Indonesia. Panduan ini mencakup segala aspek, mulai dari legalitas, finansial, infrastruktur, hingga pembinaan usia dini. Tantangan terbesar adalah bagaimana PSSI sebagai federasi dapat menegakkan regulasi ini secara ketat, konsisten, dan tanpa kompromi.

Profesionalisme klub adalah cerminan dari kesehatan liga, dan liga yang sehat adalah wadah terbaik bagi para atlet untuk berkembang. Apabila fondasi ini kuat, dengan klub-klub yang dikelola secara transparan, akuntabel, dan berorientasi pada pengembangan jangka panjang, maka talenta-talenta lokal kita akan mendapatkan lingkungan yang ideal untuk tumbuh menjadi pemain kelas dunia. Mereka akan merasakan jaminan kesejahteraan, mendapatkan pelatihan terbaik, dan berkompetisi di liga yang kompetitif.

Kita harus berani meninggalkan “jalan pintas” dan mulai membangun sistem yang berkelanjutan. Mari jadikan pelajaran dari masa lalu dan perjuangan timnas saat ini sebagai momentum untuk berbenah. Bukan hanya untuk target Piala Dunia berikutnya, tetapi untuk membangun sepak bola Indonesia yang benar-benar profesional, berdaya saing, dan mandiri, yang pada akhirnya akan menghasilkan tim nasional yang disegani di kancah dunia. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *