DeMalang.ID – Seorang pria paruh baya duduk di dalam toko rotan di Jalan Raya Balearjosari, Malang. Seorang diri, di antara deretan kursi rotan dan anyaman sintetis. Suasananya sepi, kontras dengan keramaian lalu lintas di Jalan raya di depan toko itu.
Dia adalah Mochammad R Mardian, pemilik Bavaria Rotan di Sentra Industri Kerajinan Rotan Balearjosari, Kota Malang. Tokonya menjual berbagai produk kerajinan rotan berupa perabotan rumah sampai dekorasi ruangan hasil kerja para perajinnya di dalam kampung.
“Belum terlalu ramai, pembeli masih biasa saja. Biasanya nanti jelang lebaran idul fitri,” kata dia.
Perabotan seperti kursi, meja, bingkai cermin, partisi tetap ada pembelinya meski hanya satu atau dua unit. Tapi di tokonya tidak hanya menjual produk dari bahan rotan saja. Perabotan dan dekorasi rumah anyaman sintetis atau dari bahan plastik juga dijual.
“Anyaman sintetis cukup banyak peminatnya. Sebenarnya produk ini termasuk pesaing kerajinan rotan,” kata dia.
Harga anyaman sintetis yang lebih ekonomis, tak sulit perawatannya dan tahan lama jadi pertimbangan konsumen. Mardian tahu produk dengan bahan baku plastik tidak ramah lingkungan karena tidak bisa hancur.
Berbeda dengan kerajinan anyaman rotan yang memiliki sejumlah keunggulan seperti unik dan ramah lingkungan. Sebenarnya juga kuat, tapi mudah rusak bila tidak dirawat dengan baik.Tapi pasar punya selera sendiri, terutama dari sisi ekonomisnya.
“Mau bagaimana lagi, daya beli masyarakat kita pilih yang ekonomis. Kalau pasar luar negeri lebih suka bahan alami seperti rotan,” katanya.
Anyaman plastik jadi salah satu ancaman bagi pelaku usaha di Sentra Industri Kerajinan Rotan Balearjosari. Sentra kerajinan ini semakin surut dari tahun ke tahun. Selain faktor persaingan produk itu, jumlah perajin yang terus berkurang dan bahan baku agak sulit didapat turut membuat lesu indutri kerajinan ini.
Sentra Kerajinan Rotan di Balearjosari, Malang muncul pada awal 1990an. Para perantau dari Cirebon mengawali membuat kerajinan rotan di sini. Ketika itu produknya masih sederhana didominasi meja, kursi, keranjang dan rak. Lambat laun tumbuh menggeliat sampai ada puluhan perajin.
“Dulu produk kami masih sangat sederhana umunya berupa kursi meja dan keranjang saja,” ucapnya.
Perajin dan pelaku usahanya muncul bertumbuhan. Tapi krisis moneter 1998 memukul sentra kerajinan ini, banyak pelaku usaha bangkrut. Perlahan, tumbuh kembali pada awal 2000an. Perajin pekerjanya banyak berasal dari luar daerah seperti dari Cirebon, Kudus, Jepara. Industri mereka bahkan sempat berjaya dengan ekspor ke mancanegara.
Tapi lambat laun jumlah perajin dan toko rotan di sini kembali berkurang. Pertengahan 2000an, menyusut masih ada sekitar 20 toko, kini tersisa delapan toko saja. Pemerintah Kota Malang sendiri menasbihkan sentra ini sebagai salah satu potensi unggulan daerah.

Kebutuhan Perajin Rotan
Pelaku usaha menilai kebijakan untuk menggairahkan kembali industri rotan di sentra kerajinan ini seringkali tidak tepat sasaran. Pelatihan peningkatan keterampilan yang difasilitasi pemkot dianggap sebagai kegiatan yang tidak begitu dibutuhkan.
“Karena tidak ada yang baru dalam pelatihan itu, tekniknya kan rangka, anyaman dan finis, itu saja,” ujar Mardian.
Pelatihan promosi pun pernah diberikan Pemkot Malang, tapi tidak sampai tuntas karena hanya berupa teori. Tidak sampai dibekali membuat konten digital di berbagai platform media sosial dan strategis promosinya.
“Lebih baik ajak beri kami pengetahuan baru, yang belum pernah kami dapat,” tuturnya.
Dia mencontohkan, Pemkot Malang pernah mengajak pelaku usaha dan perajin studi banding ke sentra kerajinan Bali sekitar satu dekade silam. Di situ mereka dapat belajar langsung produk yang bagus, berkualitas dan digemari konsumen. Hasilnya, muncul beberapa produk baru dari Balearjosari.
Pemkot seharusnya lebih sering mengajak para perajin ikut serta dalam kegiatan pameran produk di luar daerah. Sehingga membuka peluang penjual bertemu langsung dengan pasar. Cara itu lebih efektif untuk mempromosikan potensi produk unggulan.
“Dulu pernah pameran ke Batam, ternyata laris. Jadi kami ini butuh bantuan membuka pasar seluas-luasnya,” kata Mardian.
Kegiatan pameran di dalam kota bahkan termasuk even di kampung Balearjosari.sendiri dinilai tak potensial. Randy Nandra, pemilik toko Nandra Rotan, menyebut dulu pernah ada pameran produk di dalam kampung Balearjosari.
“Sepi peminatnya. Tanpa pameran pun pembeli lokal kan bisa datang langsung ke toko,” tutur dia.
Menurut dia, bantuan permodalan dari pemerintah pun bakal tidak akan banyak artinya sebab kondisi pasar yang lesu. Menggairahkan pasar produk kerajinan rotan yang cenderung stagnan selama beberapa tahun terakhir ini adalah salah satu tantangan utama.
“Pasar rotan di sini tiap tahun ya biasa-biasa saja, tidak berkembang,” kata Nandra.
Tak bisa dipungkiri Sentra Industri Kerajinan Rotan Balearjosari, Malang, memiliki prospek cerah di pasar domestik maupun internasional. Para pelaku usaha pun berharap, Pemkot Malang lebih inovatif dalam membuat kebijakan. Agar popularitas produk kerajinan rotan dari Balearjosari terus naik dan bergairah.ZAINUL ARIFIN