DeMalang.ID—Transaksi penjualan permaianan edukasi anak Wuffyland di Malang justru meningkat drastis saat Pandemi Covid-19. Padahal, saat Pandemi Covid-19, sejumlah usaha terpukul. Usaha rintisan pasangan muda Ghea Safferina Adany dan Luqman Hanif sejak Mei 2019. “Dirintis dengan lima pegawai dan 10 pekerja lepas,”ujar Ghea.
Namun, selama dua tahun pekerja bertambah 15 orang dan pekerja lepas mencapai 100 orang. Pekerja lepas mengerjakannya di rumah masing-masing. Mereka adalah warga sekitar yang menjadi korban PHK saat pandemi.
“Modal awal Rp 200 ribu,” katanya. Namun, ia tak bersedia menyebutkan omzet dan aset yang dimiliki. Namun, rata-rata tahap awal sehari sekitar 15-20 transaksi. Masing-masing membeli dua sampai tiga item mainan. Kini, rata-rata dalam sehari sebanyak 50 sampai100 pelanggan yang memesan produk. Satu pembeli biasa memesan delapan sampai 10 item mainan.
Tak ada strategi khusus untuk mendongkrak penjualan. Namun, Ghea mengoptimalkan media sosial Wuffyland termasuk meng-endorse sejumlah selebgram yang sesuai dengan produk yang dipasarkan. Hasilnya cukup signifikan untuk mengenalkan produk dan mendongkrak penjualan produk.
Wuffyland mengeluarkan biaya promosi untuk story IG selebgram berdurasi 15 detik, dua kali sebesar Rp 15 juta. Sekali selebgram mengunggah instastory, pengikut instragram Wuffyland naik 30 ribu sehari. Promosi semacam itu, menjadi strategi marketing.
Selain itu, selama pandemi Wuffyland membagikan file digital secara gratis melalui media sosial. File gratis, ditujukan bagi orang tua yang tak mampu membeli produk karena pandemi. Agar mereka turut merasakan manfaat. File tersebut telah dibagikan oleh 2.800 akun lebih.
Ternyata file yang dibagikan gratis, justru berdampak secara tidak langsung ke penjualan produk maianan. Pesanan semakin ramai. Pengikut instagram Wuffyland, kata Ghea, selalu membeli saat ada produk baru. Tingkat pembelian kembali, katanya, tinggi. Merawat pelanggan yang sudah ada cukup bagus untuk bisnisnya.
Wuffyland mentargetkan pertumbuhan penjualan rata-rata lima persen per bulan. Pada Juni terpenuhi 70 persen dari target, sedangkan Juli melonjak sampai 140 persen dari target.
Wuffyland menjual beragam permainan edukasi anak untuk bayi hingga anak usia enam tahun. Harga bervariasi antara Rp 15 ribu sampai Rp 80 ribu per item. Kini, Wuffyland menyediakan sebanyak 90-an item mainan.
Usaha tak Sengaja
Sebanyak 15-an pekerja di Wuffyland sibuk memenuhi pesanan pelanggan aneka jenis permainan dan dukasi anak. Mereka berbagi peran, ada yang mendesain, membalas dan mencatat pesanan, dan ada yang mengemas pesanan pelanggan. Semua dikerjakan di kantor dan workshop di Jalan Kalimosodo XII Nomor 2, Polehan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang.
Sehari menjelang libur tahun baru Islam 1 Muharam, pesanan permainan edukasi melonjak. Semua pesanan diselesaikan sebelum libur. “Saat pandemi, pesanan berdatangan. Tumbuh signifikan,” kata Ghea.
Usaha ini, katanya, dirintis secara tak sengaja. Berawal dari iseng, membuat flashcard yang memadupadankan warna. Permainan kertas ini didesain lulusan SMK Telkom Malang ini khusus untuk anak pertamanya yang berusia tiga bulan. Lantas, ia mengunggah permainan tersebut di akun instagram pada Agustus 2018. Ternyata mendapat repons dari teman dan pengikutnya. “Tak disangka, teman-teman banyak yang suka,” katanya.
Ia memberikan soft file kepada teman-temannya, agar dicetak sendiri. Namun, teman-temannya justru tertarik membeli permainan kartu tersebut. Bermodal Rp 200 ribu, ia memulai usaha dan mempromosikan di akun instragram dan di market place Agustus 2018. Harga bervariasi antara Rp 15 ribu sampai Rp 80 ribu. “Ternyata yang pesan bukan teman saya saja. Banyak yang pesan,” katanya.
Ternyata pasar cukup bagus, lantaran banyak ibu-ibu yang tak sempat membuat mainan anak sendiri. Sedangkan, saat pandemi orang tua banyak waktu bermain dengan anak di rumah. Sehingga banyak orang tua yang bermain dan belajar bersama anak-anaknya. “Mereka selalu bertanya ada produk baru apa lagi?,” kata Ghea.
Untuk membuat beragam permainan itu, Ghea mendapat referensi dari luar negeri. Lantas ia mendesain dengan bahasa Indonesia dan dengan karakter khas Indonesia. Lantas usahanya terus berkembang, setiap bulan Wuffyland mengeluarkan dua sampai tiga desain baru. Kini, sebanyak 90-an desain yang diproduksi.
Dulu, katanya, jarang ada yang menjual permainan kertas berbahasa Indonesia. Namun, kini mulai banyak bahkan ada yang desainnya sama persis dengan Wuffyland. Semua produk, katanya, berbahan kertas. Khusus untuk bayi usia sampai 6 tahun. Pada 2019, katanya, diniati memulai usaha apalagi pasar juga menjanjikan. “Juga bermanfaat bagi orang lain. Akhirnya bismillah dijalani,” kata Ghea.
Awalnya, ia dibantu warga sekitar rumahnya di Jalan Kiai Haji Ahmad Dahlan Kota Malang. Mereka pekerja lepas, terutama ibu-ibu yang dikerjakan di rumah masing-masing. Mereka menggunting kertas, menempel stiker, dan magnet. Serta mempekerjakan lima orang. “Berkat doa mereka juga bisnis berkembang cepat,” katanya.
Ia tetap mempertahankan pekerjaan dilakukan dengan tenaga manusia. Meski sebenarnya sebagian pekerjaan bisa dikerjakan dengan mesin. “Kasihan mereka bisa kehilangan pekerjaan,” katanya.
Sekarang sebanyak 100-an pekerja lepas yang sebagian korban PHK dan 15 pegawai. Selama mendirikan usaha, katanya, ia tak pernah menambah modal. Semua hasil penjualan diputar terus. Ghea dan Hanif berbagi peran, Ghea mendesain permaianan, sedangkan Hanif membuat foto produk untuk promosi.
Ghea mengaku bisnisnya juga berkembang karena keberuntungan. Pada 2020, pemesanan melonjak signifikan. Pada awal pandemi Covid-19, tiba-tiba penjualan naik cepat. “Sebelumnya tumbuh pelan-pelan. Saat pandemi langsung naik tajam,” katanya.
Apalagi, setelah Wuffyland meng-endorse sejumlah selebgram, penjualan terus terdongkrak naik secara cepat. Bekerjasama dengan ratusan selebgram mulai micro influencer sampai selebgram sekelas Rachel Vennya, Dwi Handa, dan Zazkia Mecca. “Empat kali endorse yang pengikutnya sampai ratusan ribu. Transaksi jauh, terasa banget,” katanya.
Ia berhitung memilih profil selebgram yang memiliki anak, serta pengikutnya juga didominasi ibu-ibu. Pengikut selebgram, katanya, biasanya mengikuti apa yang dilakukan selebgram. “Endorse untuk menaikkan eksposure, orang turut membeli produk itu bonus,” katanya.
Penjualan hingga ke Papua
Dengan strategi tersebut, dalam sehari sebanyak 50 sampai100 pelanggan yang memesan produk. Satu orang biasa membeli 8 sampai 10 item mainan. Bahkan, setelah selebgram mengunggah story pesanan bisa melampaui 300 sampai 500 sehari. Sedangkan sebelum pandemi, sekitar 15-20 transaksi penjualan. Masing-masing membeli permainan antara 2 sampai 3 item. Sebagian pelanggan, saat pandemi mereka mengalihkan hujet liburan untuk membeli permainan.
Selain itu, selama pandemi ia membagikan file digital secara gratis melalui media sosial. File gratis, katanya, agar orang lain yang tak mampu membeli produk karena pandemi turut bisa merasakan manfaat. File tersebut dibagikan oleh 2.800 orang lebih.
Ternyata file yang dibagikan gratis, justru berdampak secara tidak langsung ke penjualan produk maianan. Pesanan semakin ramai. Pengikut instagram Wuffyland, kata Ghea, selalu membeli saat ada produk baru. Tingkat pembelian kembali, katanya, tinggi. Merawat pelanggan yang sudah ada cukup bagus untuk bisnisnya.
Kini, sebanyak 30 reseller aktif dari 200-an yang bekerjasama dengan Wuffyland. Reseller tersebar di Surabaya, Jakarta, Palembang, dan Papua. Namun, khusus Surabaya dan Jakarta yang menyediakan stok dan bisa antar langsung ke pembeli.
Wuffyland mentargetkan pertumbuhan penjualan rata-rata lima persen per bulan. Pada Juni terpenuhi 70 persen dari target, sedangkan Juli melonjak sampai 140 persen dari target.
Selain itu, Ghea memiliki cita-cita membuka kelas pra sekolah sekaligus penitipan anak. Sebuah taman bermain yang membuka kelas keterampilan seperti robotik. Solusi bagi kedua orang tuanya bekerja. Ghea dan Hanif juga ingin memiliki pabrik yang bisa memproduksi massal, namun tetap tak tinggalkan pekerja lepas yang menjadi tumpuannya selama ini.
“Pelan-pelan. Happy project, tak ambisus banget. Happy-happy saja,” kata Ghea. Ghea juga mengasah jiwa wirausaha dengan kelas dan komunitas startup. Dulu keduanya memulai dengan stratup digital photo online dan membuka studio foto. Hanif yang sempat menjadi jurnalis di media lokal membuka rumah produksi video dan foto pernikahan. Namun, saat pandemi usaha tersebut berhenti. Lantaran banyak pesta pernikahan yang dibatalkan. Kini lebih banyak untuk foto produk dan profil UMKM.
“Dulu ramai. Sejak pandemi lesu,” kata Hanif. Kini, Wuffyland menjadi usaha utama yang dirintis bersama. EKO WIDIANTO